Selasa, 24 September 2013

RESENSI DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM DAN DIBAWAH LINDUNGAN KA’BAH



RESENSI NOVEL

DIAN YANG TAK KUNJUNG PADAM

DAN

DIBAWAH LINDUNGAN KA’BAH

Oleh :
ZULMAIMI EKA PUTRI






Keberuntungan yang Tak Berpihak

v  Identitas (karya sastra pertama)
Nama pengarang         : Sutan Takdir Alisjahbana
Judul karya                  : Dian yang Tak Kunjung Padam
Penerbit                       : Dian Rakyat
Tempat terbit               : Jakarta
Jumlah BAB               : XXII
Jumlah halaman           : 134 halaman

v  Sinopsis
            Yasin, anak petani uluan, Palembang. Ia baik, taat ibadah, dan pandai bekerja. Setelah ayahnya meninggal dunia, dia tinggal berdua saja dengan ibundanya, di tengah hutan, di tepi sungai Lematang . Sebagai penerus warisan ayahnya, ia sangat tekun dan rajin dalam mengurusi kebun-kebun peninggalan ayahnya. Setiap hari ia bekerja. Kebunnya berisi para dan pohon pisang.
            Ketika itu tibalah waktu untuk menjual hasil para. Semua para yang telah terkumpul dibawa ke kota. Perjalan dari rumahnya untuk sampai di Palembang kurang lebih memakan waktu sekitar dua hari dua malam. Sebelum perjalanan ibu Yasin biasanya menyiapkan segala sesuatu untuk keperluan diperjalanan.    
Setelah sampai di Palembang, Yasin  merapatkan perahunya pada tepi sungai Musi. Sebab hari belum terang, ia menunggu sampai hari terang, barualah ia menjual paranya ke Enambalas Ilir. Ketika itu harga para turun rendah, sabagian petani lenih melilih tiadak menjual dulu paranya, dan menunggu sampai harga para agak tinggi. Namun agaknya Yasin tak dapat menuggu, sebab kebutuhannya telah menipis.
            Ketika sedang asyik memandang di sekitar sungai Musi, matanya tertuju pada sesosok yang langsung membuat hatinya tertarik. Molek, ya, itu lah nama sesosok yang di padangnya itu. Ia gadis bangsawan, dari keluarga kaya. Ternyata gadis itu juga mempunyai perasaan yang sama dengan Yasin, langsung menyimpan rasa pada pemuda yang baru di pandangnya itu. Dan itu merupakan kasempatan pertama bagi mereka menuju hubungan yang lebih erat lagi.
            Sebab takut cintanya tak berbalas, Yasin hanya membayangkan peristiwa ketika ia berpandangan dengan Molek. Ia belum berani berbuat apa-apa.
            Setelah semua urusannya di Palembang selesai, Yasin dan ibunya kembali kerumahnya, di kebun miliknya. belum berapa lama sampai di rumahnya itu, datanglah saudaranya dari Gunung Megang untuk mengabarkan bahwa tidak beberapa hari lagi akan di adakan pesta pernikahan familinya itu. Muluk, ya, begituhlah orang-orang menyebut namanya.
            Acara pernikahan tersebut sangat meriah, di adakan selama lima hari lima malam. Hewan ternak seperti kerbau dan sapi di sembeli untuk acara yang sakral itu. Yasin tidak begitu mengikuti acara itu, padahal hal semacam itu merupakan kesempatan bagi muda-mudi untuk berkenalan dan berbincang-bincang.
Melihat tingkah anaknya yang tak bersemangat itu, ibu Yasin menenuinya dan menanyakan apakah gerangan yang membuatnya demikian, dan Yasin pun menceritakan bahwa ia tertarik pada gadis Palembang, bangsawan, hartawan.
            Karna rasa yang tak dapat di pendam lagi, sepulang dari acara pernikahan Yasin kembali ke kebunnya untu memanen hasil kebunnya dn membawanya ke Pelembang. Yasin dengan barani menyirimi gadis bangsawan itu surat. Pada mulanya ia ragu, bagaimana kalau-kalau yang menemukan surat itu bukan gadis pujaan hatinya itu, sebab ia meletakkan surat itu pada dinding tempat tepian mandi keluarga sang gadis. Namun usahanya tak sia-sia, Tuhan meridhoi langkahnya. Surat yang diletakkannya itu ditemukan oleh gadis pejaan hatinya itu. Tak tanggug-tanggung senang hati Molek, ia pun membalas surat yang ditujukan padanya itu (dalam bahasa arab-melayu). Disinilah mulai terjalin hubungan di antara mereka. Setiap Yasin ke Palembang, ia selalu berkirim surat dengan Molek. Walau belum pernah bertatap muka secara langsung, mereka tetap menjalin kasih dengan baik.
            Ketika waktu untuk berangkat haji orang tua Molek, mereka menginginkan putrinya itu menikah. Mengetahui hal itu  Molek mengirimi surat pada Yasin agar segera meminangnya.
Mendapat kebar tersebut Yasin dan ibunya memberi kabar pada sanak saudaranya, dan meminta bantuan. Bantuanpun di dapatkan dengan sedikit cemoohan dari kerabat.
            Rombongan peminangpun berangkat. Alangkah sedihnya hati keluarga Yasin, pinangannya di tolak secara tidak halus. Sedih benar hati Molek mangetahui hal itu, begitupu Yasin. Jurang besar ternyata menghalangi hubungan mereka, status bangsawan.
Ingin rasanya molek mengutuk dirinya, tapilah daya.
            Setelah tak menerima pinangan kekasih anaknya itu, pinangan dari keluarga arab Sayid Mostafa di terima oleh orang tua Molek, tanpa menanyakan kesediaan anaknya. Sungguh tak kuasa Molek menerima hal tersebut. Lama-kelamaan tau juga ibunya. Dan penyebab ketidakmuan tersebut adalah putrinya itu telah menjalin hubungan dengan pemuda uluan yang tak sepadan dengan keluarganya. Hal tersebut membuat kedua orang tuanya marah amat besar. Akhirnya dengan amat terpaksa ia menerima.
Kebiasaan berkirim surat antara mereka masih berlangsung. Sebab sekarang  Yasin berada di Pelembang pula. Bahkan sebuah stategi untuk melarikan diri telah disusun Molek yang di setujui Yasin. Namun sayang stategi tersebut tak terlaksana. Akhirnya ia pun menikah dengan orang arab yang tak di sukainya itu.
            Yasin tetap menunggu dengan sabar, sebab kekasih yang dicintainya itu, yang telah manjadi isteri orang,  berjanji akan pergi kemanapun Yasin mau membawanya, setelah orang tuanya pergi berangkat Haji. Orangtuanyapun telah menyerahkan semua tanggung jawab terhadap tokonya itu pada menantunya Sayid. Dan ternyata dia adalah tamak.
            Cukup lama Molek menanggung penderitaan. Ia pun mengirim surat pada Yasin dan meminta untuk menumuinya. Yasin pun mengikuti. Pertemuan itu hanya sebentar tapi itu untuk yang terakhir kalinya bagi mereka. Sebab keputusasaan Molek, tlah menutupi mata hatinya tuk menerima nasib. Ia pun meninggal bunuh diri.
            Kedewasaan dan ketabahan Yasin tergambar dari sikapnya yang dengan berani turut serta membantu pemakaman Molek kekasih yang di cintainya itu.
            Setelah semua urusan tentang Molek selasai, kembalilah Yasin kerumahnaya di hutan, di tempat ibunya tinggal. Ternyata ibunya telah sakit-sakitan. Ia pun membawa ibunya ke Gunung Megang, kampung halamaran ibunya, sebab ia tau disana ada banyak
keluarganya yang bisa membantu. Ibunya pun meninggal, dan di kuburkan disana. Dan ia pun kembali ke rumahnya yang ditepi hutan.
            Dalam karangan-karangannya, STA selalu memancarkan cita yang sama, yaitu rasa cinta kepada bangsa dan negaranya serta perjuangan untuk mengangkat dearajat bangsanya ke taraf yang layak dalam pergaulan umum. Seperti pada karya-karyanya yang lain, yaitu tak putus dirundung malang, anak perawan di sarang penyamun, dan layar terkembang.
            Karya sastra ini sangat menarik, ketika STA menggambarkan suasana pada masa dahulu yang mungkin tak semua orang tau. Dengan sifat orang zaman dahulu yang tak berani mengungkapkan suatu hal secara langsung, hal tersebut sangat mempunyai point tersendiri bagi saya.
            Sedikit hal yang kurang menarik dari karya ini adalah ketika beberapa bagian pada naskah yang diulang, sehingga membuatnya sedikit membosankan.








v  Identitas (karya sastra kedua)
Nama pengarang         :  Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA)
Judul karya                  : Dibawah Lindungan Ka’bah
Penerbit                       : Bulan Bintang
Tempat terbit               : Jakarta
Jumlah BAB               : XIII BAB
Jumlah halaman           : 74 halaman

v  Sinopsis
Karya ini mengisahkan kisah seorang anak muda yang bernama Hamid, yang dikisahkan oleh penulis. Kisah ini berlatar di kota Padang. Ia adalah seorang yatim ketika berusia empat tahun. Ketika masa sekolah telah sampai padanya, ia tak kungjung bisa bersekolah karena keadaan ibunya yang tak mampu. Untunglah seorang hartawan yang dermawan mau membantunya, ialah Haji Ja’far. Hartawan itu menyekolahkan Hamid bersama dengan puterinya yang bernama Zainab, yang kebetulan usia mereka tak jauh beda. Hubungan Hamid dan Zainab sangat baik dekat, sebab mereka selalu pergi kemana-mana bersama.
Pendidikan Hamid berjalan sangat baik. Namun ketika Haji Ja’far meninggal semuanya berubah. Pendidikan Hamid tak lagi berlanjut.
Tak berapa lama Haji Ja’far meninggal, ibu Hamid pun meninggal karena panyakit dada (sesak nafas). Sebelum ibunya meninggal, ibu Hamid sempat berpesan agar Hamid menghilangkan rasa cintanya pada Zainab. Saat itulah Hamid mulai jarang berkungjung kerumah Zainab. Ia mulai menutup diri, karna ia berpikir apa yang dikatakan ibunya itu ada benarnya, sebab mereka berasal dari keluarga yang berderajat berbeda. Akhirnya Hamid meninggalkan kota Padang tanpa memberi tahu Zainab dan ibunya. Ia berangkat menuju Medan, dari Medan ini ia menirim surat untuk Zainab. Setelah itu ia berangkat ke Singapura, mengembara ke Bangkok, berlayar ke Hindustan, Karachi, Basrah, Irak, Sahara Nejd, akhirnya sampai ke Tanah Suci.
Sangat beruntung, ketika di Tanah Suci Hamid dapat bertemu dengan Saleh sahabtnya ketika sekolah, yang telah menikiah dengan Rosni, sahabat Zainab. Saleh menceritakan bahwa Zainab sesungguhnya mencintai Hamid, yang ia ketahui dari isterinya Rosni.
Setelah menceritakan hal itu, Saleh mengirim surat untuk isterinya dan memceritakan bahwa ia bertemu Hamid. Akhirnya tak berapa lama datanglah surat balasan dari Rosni beserta surat dari Zainab unatuk Hamid. Dalam surat Zainab tersebut, ia mengatakan bahwa ia sesungguhnya mencintai Hamid. Sejak itu timbullah kembali semangat pada diri Hamid yang dulu sempat hilang. Namun tak lama surat Rosni dan Zainab datang, datanglah surat kawat dari Rosni yang mengatakan bahwa Zainab meninggal sebab setelah Hamid pergi tanpa pamit, Zainab mulai sakit-sakitan. Hal tersebut terpaksa diberitahukan pada Hamid sebab tak mungkin disembunyikan, karna hal itu berkaitan dengan dirinya.
Akhirnya setelah mengetahui hal itu, Hamid pun meninggal dunia, setelah sebelumnya ia sempat menunaikan ibadah tawaf (salah satu rukun ibadah Haji).
Dalam kisah ini Hamka melukiskan penolakan terhadap adanya perbedaan dalam masyarakat berdasarkan perbedaan keturunan, pengkat, dan sebagainya. Ia menggambarka bahwa perbedaanlah yang menyebabkan kesedihan, kecelakaan, keonaran, dan kemalangan itu terjadi.
Kisah ini cukup menarik, sebab pengarang menyuguhkan ketegaran seorang tokoh Hamid yang harus kehilangan ibuya disaat ia butuhkan nasehat dan bimbingan. Dan juga sifat yang tak mau malawan adat untuk mengikuti kehendak pribadi.
Penilaian terhadap kedua karya sastra
1.      Kedua karya sastra tersebut sama mengisahkan hubungan yang tak diketahui banyak orang, sebab perbedaan derajat yang terjadi pada zamannya.
2.      Karya sastra STA menyuguhkan kisah cinta yang terjalin secara sembunyi, dan karya ssatra HAMKA menyuguhkan kisah cinta yang tak sempat terjalin, sebab mereka saling tak mengungkapkannya.
3.      Karya HAMKA lebih menyenangkan membacanya dibandingkan karya STA.
4.      Bahasa HAMKA lebih menarik dari pada STA sebab tak ada pengulangan dalam cerita.
5.      Karya HAMKA mengisahkan tokoh sejak kecil hingga dewasa dan  meninggal, sedangkan karya STA mengisahkan tokoh ketika dewasa saja tak ada masa kecilnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar