IDENTITAS
Novel :
Salah Pilih
Pengarang :
Nur Sutan Iskandar
Penerbit :
PT Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit :1928
Sejak kecil Asri dan
Asnah dibesarkan layaknya saudara kandung. Ibu Asri yang telah menjaga mengasuh
dan menyayangi Asnah seperti putrinya sendiri. Asri dan Asnah semakin lama
semakin dewasa dan semakin akrab sebagai saudara. Mereka terbiasa jujur satu
sama lain, bahkan Asnah mengetahui rahasia kakaknya yang tidak diketahui sang
bunda, begitu juga sebaliknya. Namun ada satu hal yang sangat dirahasiakan
Asnah, dia menyayangi Asri lebih dari seorang kakak, melainkan rasa sayang
seorang kekasih. Gadis itu sangat terpukul ketika sang ibu meminta anak
lelakinya untuk segera menikah, dia tahu bukan ia yang akan menjadi pendamping
Asri karena adat melarang pernikahan sesuku seperti mereka. Asri menjatuhkan
pilihan pada seorang putri bangsawan yang cantik, adik kandung mantan
kekasihnya. Gadis itu bernama Saniah. Mereka bertunangan lalu menikah setelah
melewati beberapa adat Minangkabau.
Pernikahan Asri dengan
Saniah sangat jauh dari kata ‘bahagia’. Keduanya memiliki perbedaan yang sangat
kuat dalam masalah adat. Saniah selalu disetir sang ibu untuk mengikuti adat
yang sangat kaku dan kuno menurut Asri, karena Asri sudah terbiasa dengan
pendidikan luar yang bebas. Ia sangat menghormati adat, namun ia tidak suka
terlalu dikekang dan dipaksa-paksa seperti yang dilakukan Saniah padanya.
Selain itu, Saniah adalah wanita yang sombong, keras kepala, membedakan kelas
sosial masyarakat, dan tidak suka bergaul dengan tetangga. Saniah sangat
cemburu dengan keberadaan Asnah dan ia ingin menyingkirkan gadis itu dengan
berbagai cara, tentunya peran sang ibu tidak tertinggal.
Suatu hari penyakit bu
Mariati menjadi sangat parah. Asnah beserta Mak Cik Liah bergantian menjaganya,
tak lupa juga Asri lebih sering mengunjungi ibunya yang telah diasingkan Saniah
di bagian rumah mereka yang lain. Penyakit bu Mariati tidak dapat disembuhkan
dan nyawanya telah lepas dari raga. Sebelum meninggal, ibu itu berpesan kepada
anaknya, ia menyesal telah meminta Asri menikah, apalagi dengan Saniah. Wanita
itu juga menjelaskan adat Minang yang tidak melarang Asri dan Asnah menikah
karena mereka tidak sedarah. Wanita itu berpesan agar anak lelakinya itu
menikah dengan anak angkatnya, Asnah yang sifatnya sangat mulia dan dimata
semua orang.
Setelah kematian sang
bunda, Asri selalu memikirkan petuah terakhir itu. Dan ia baru menyadari
perasaan sayangnya kepada Asnah yang lebih setelah teman lamanya, Hasan Basri
datang kepadanya untuk meminta izin memperistri Asnah. Ia sangat cemburu dan
tidak bisa mengambil keputusan, sehingga segalanya ia serahkan kepada Asnah.
Asri sangat lega ketika Asnah menolak pinangan teman lamanya itu. Tanpa saling
bicara, keduanya bisa mengerti bahwa ada cinta diantara mereka. Saniah
menangkap keganjilan pada suaminya sehingga ia memaki-maki Asnah sebagai wanita
yang tidak tahu diri. Kejadian itu
diketahui Asri sehingga ia sangat marah kepada Saniah dan keduanya bertengkar
hebat, sementara Asnah memilih pergi dari rumah itu dan tinggal bersama bu
Mariah, adik ibu Mariati. Semenjak
kepergian Asnah, Asri tetap sering bertengkar dengan Saniah hingga ia tidak
betah lagi berada di rumah gadang itu.
Suatu ketika bu Saleah, ibu dari Saniah mendapat kabar bahwa anak lelakinya akan menikah dengan gadis biasa di perantauan. Ibu itu merasa geram, ia tidak mau mempunyai menantu miskin dan dari suku lain, kemudian ia mengajak Saniah beserta pembantu mereka pergi ketempat putranya untuk menggagalkan pernikahan itu. Saking geramnya, bu Saleah meminta sopir mobil yang ia sewa untuk mengebut walaupun jalanan sangat sulit. Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kurang kendali sehingga masuk jurang lalu Saniah dan ibunya meninggal dunia.
Suatu ketika bu Saleah, ibu dari Saniah mendapat kabar bahwa anak lelakinya akan menikah dengan gadis biasa di perantauan. Ibu itu merasa geram, ia tidak mau mempunyai menantu miskin dan dari suku lain, kemudian ia mengajak Saniah beserta pembantu mereka pergi ketempat putranya untuk menggagalkan pernikahan itu. Saking geramnya, bu Saleah meminta sopir mobil yang ia sewa untuk mengebut walaupun jalanan sangat sulit. Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kurang kendali sehingga masuk jurang lalu Saniah dan ibunya meninggal dunia.
Semenjak Asri menduda,
banyak wanita yang datang menghampirinya. Namun, ia tidak pernah goyah untuk
mencintai Asnah, walaupun wanita-wanita yang menghampirinya lebih cantik. Asri
tidak bisa lagi menahan cintanya. Setelah berunding dengan bibinya yang
sekarang merawat Asnah, ia memutuskan menikah dengan Asnah dan meninggalkan
segala harta dan jabatannya untuk merantau ke Jawa, karena jika tidak pergi
dari situ, maka keduanya akan dikeluarkan dari suku secara tidak hormat.
Perantauannya menghasilkan sesuatu yang baik. Asri punya kedudukan yang baik
dan keduanya mempunyai banyak teman di sana. Ditengah rutinitas mereka di Jawa,
tepatnya di Jakarta, tiba-tiba datang surat dari Maninjau meminta agar keduanya
kembali ke sana dan Asri diminta untuk menjadi kepala pemerintahan. Tanpa pikir
panjang mereka setuju untuk kembali ke Maninjau walaupun berat juga
meninggalkan kawan-kawannya di Jakarta, mereka sangat rindu dengan kampung kelahirannya
itu. Setibanya di Maninjau, mereka disambut meriah oleh warga yang sangat
menghormati Asri atas jasa-jasanya sebelum ia merantau dulu dan atas kelembutan
tabiat Asnah. Berawal dari Asri yang salah pilih istri, ia menjadi tahu siapa
orang yang sebenarnya ia cintai dan dengan berusaha keras ia mampu hidup
bersama sang kekasih dalam mahligai rumah tangga yang penuh cinta di kampung
halaman tercinta.
UNSUR
INTRINSIK
1.
Tema :
Novel ini menceritakan tentang kesalahan
seseorang dalam menentukan pilihannya.
2.
Tokoh
& Watak :
1. Asnah
: Sabar “ dia menyayangi Asri lebih dari seorang kakak,
melainkan rasa sayang seorang kekasih.
Gadis itu sangat terpukul ketika sang ibu meminta anak lelakinya untuk segera
menikah, dia tahu bukan ia yang akan menjadi pendamping Asri karena adat
melarang pernikahan sesuku seperti mereka ”
Baik “Asnah beserta Mak
Cik Liah bergantian menjaganya, tak lupa juga Asri lebih sering mengunjungi
ibunya yang telah diasingkan Saniah di bagian rumah mereka yang lain “
2. Asri
: baik “ Asari sangat menghormati adat “
Ramah” warga yang sangat menghormati Asri atas jasa-jasanya
dan keramahannya “
3. Saniah
: Pencemburu “Saniah sangat cemburu
dengan keberadaan
Asnah dan ia ingin menyingkirkan
gadis itu
dengan berbagai cara, tentunya peran
sang
ibu tidak tertinggal.
pendendam.“Saniah
menangkap keganjilan
padasuaminya sehingga ia
memaki-maki
Asnah sebagai wanita yang
tidak tahu diri.”
4. Mariati
: Penyayang, lembut.
“Ibu Asri yang telah menjaga
mengasuh dan menyayangi
Asnah seperti putrinya sendiri “
5. Sitti
Maliah : Baik “ Asnah beserta Mak Cik Liah bergantian
Menjaga bu
Mariat “
6. Rangkayo
Saleah : Tegas dan keras
“ketika bu Saleah,
mendapat kabar bahwa anak lelakinya akan menikah dengan gadis biasa di
perantauan. Ibu itu merasa geram, ia tidak mau mempunyai menantu miskin dan
dari suku lain, kemudian ia mengajak Saniah beserta pembantu mereka pergi
ketempat putranya untuk menggagalkan pernikahan itu. Saking geramnya, bu Saleah
meminta sopir mobil yang ia sewa untuk mengebut walaupun jalanan sangat sulit.
Alhasil, mobil yang mereka tumpangi kurang kendali sehingga masuk jurang lalu
Saniah dan ibunya meninggal dunia.
3.
Alur
:Novel
ini menggunakan alur maju.
“Berawal dari Asri yang salah pilih
istri, ia menjadi tahu siapa orang yang
sebenarnya
ia cintai dan dengan berusaha keras ia mampu hidup bersama
sang
kekasih dalam mahligai rumah tangga yang penuh cinta di kampong
halaman
tercinta.”
4.
Latar/Setting
:
1. di Minangkabau, Sumatera Barat. Yaitu di
Maninjau, Sungai batang, Bayur, dan Bukittinggi.
“Setibanya di Maninjau, mereka disambut
meriah oleh warga yang sangat menghormati Asri atas jasa-jasanya sebelum ia
merantau dulu dan atas kelembutan tabiat Asnah.”
2. Sebagian
juga mengambil latar di Pulau Jawa.
“ia memutuskan menikah dengan Asnah dan
meninggalkan segala harta dan jabatannya untuk merantau ke Jawa,”
5.
Sudut
pandang :Sudut PandangNovel ini menggunakan sudut pandang
orang
ketiga.
6.
Gaya
penulisan :Bahasa dalam novel ini sebagian besar bergaya
Melayu
sehingga
sedikit sulit dipahami
7.
Amanat :
v Walaupun
sudah berpendidikan tinggi, janganlah lupa pada adat negeri sendiri.
v Janganlah menilai seseorang dari rupa atau
hartanya saja
v Jangan
membeda-bedakan orang karena kaya atau miskinnya
v Menurut
pada perintah dan nasihat orang tua itu wajib, tetapi jika perintah orang tua
itu salah, sebisa mungkin harus bisa menolaknya
v Sesuatu yang menurut orang banyak itu salah,
belum tentu merupakansuatu kesalahan.
2. UNSUR EKSTRINSIK
1. Nilai-nilai
yang ada pada novel salah pilih
Nilai
Sosial
“ menceritakan rasa sakit yang di alami oleh si Asnah akibat
menyimpan rasa cintanya kepada si Asri yang akan segera menikah. Dia tidak
mempunyai keberanian untuk mengungkapkannya.Dalam kehidupan sehari-hari kita
harus memiliki teman untuk menyampaikan curahan hati kita, agar semua masalah
kita dapat tersalurkan dan dapat mendapatkan jalan keluar yang diberikan oleh
teman curhat kita tersebut.Jangan suka menyimpan masalah sendiri.”
Nilai
Budaya
“ tidak bisa terwujudnya rasa cinta
Asnah kepada Asri karena sukunya melarang keras mereka menjadi suami istri,
Asnah dan Asri masih ada ikatan keluarga walaupun sangat jauh.Tetap dalam
kehidupan nyata saat ini, hukum adat tersebut sudah mulai jarang ditaati,
seperti antar sepupu melakukan
perkawinan.
Niai Agama :
“
bahwa dalam agama Islam tidak ada dan tidak diperbolehkan bila
menikah
dengan saudara sendiri.”
2.
Mengenai
pengarang
“
Nur Sutan IskandarNur Sutan Iskandar dilahirkan di Sungai Batang, Sumatera
Barat, 3November1893 dan wafat di Jakarta, 28 November1975. Nama
aslinyaMuhammad Nur. Setelah menamatkan sekolah rakyat pada tahun 1909Nur Sutan
Iskandar bekerja sebagai guru bantu. Pada tahun 1919 ia hijrahke Jakarta. Di
sana ia bekerja di Balai Pustaka, pertama kali sebagai korektor
naskah karangan sampai akhirnya menjabat sebagai PemimpinRedaksi Balai Pustaka
(1925-1942). Kemudian ia diangkat menjadi KepalaPengarang Balai Pustaka, yang
dijabatnya 1942-1945.Ia adalah sastrawanpaling produktif di masanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar