SEJARAH
SASTRA INDONESIA
ANALISIS
NOVEL “KEMBALI KE PANGKUAN AYAH”
IDENTITAS
Nama Pengarang : Selasih
Judul Karya : Kembali Ke Pangkuan Ayah
Penerbit : Balai Pustaka
Tahun Terbit : Cetakan ke-2, 2003
Tempat Terbit : Jakarta
Jumlah BAB : XVIII
Jumlah Halaman : 160
SINOPSIS
Novel ini menceritakan tentang perjuangan seorang ibu
dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang yang memegang peranan penting dalam keluarga. Ia lah Ros (Rosnelly),
seorang guru di sebuah sekolah (SMP), dengan lima orang anaknya dan seorang
suami yang tengah sakit (lumpuh), akibat kecelakaan pada 1951. Ia merupakan
seorang yang sangat sabar dalam menjalani kehidupan. Banyak masalah yang datang
padanya dan keluarganya, tapi dengan sikap yang penuh kesabaran dan tawakal
kepada Allah SWT, ia bersama suami, dan anak-anaknya yang selalu berusaha
menghadapi cobaan yang datang silih berganti.
Masalah dimulai ketika Hermansyah dan Darminsyah,
melanjutkan pendidikan mereka kepulau jawa. Hermansyah yang melanjutkan
pendidikannya di Bandung, untuk pendidikan insinyur, dan Darminsyah melanjutkan
pendidikan di Jakarta, kedokteran. Keadaan mulai berubah, pekerjaan yang biasa
dilakukan oleh Maman dan Mimin (panggilan untuk Hermansyah dan Darminsyah)
sekarang mesti dilakukan oleh adik-adiknya, Rus, Wiwi, dan Pini (Rusmansyah,
Roswita, dan Rosfini). Sehingga pekerjaan adik-adiknya mulai berat.
Ditengah kesulitan keuangan, datang lagi masalah yang
cukup memberatkan hati keluarga Ros. Putrinya Wiwi sakit, sakit tenggorokan
(bronchitis) yang cukup berbahaya. Berbagai cara dilakukan keluarga Ros untuk
mendapatkan uang. Ditengah sakit yang di
derita Wiwi hadir pula kesedihan yang cukup menghanyutkan hati Ros, putranya
Maman terus saja meminta uang, padahal ia telah menyatakan bahwa keadaan
keuangan keluarga sedang tidak membaik. Namun Maman tetap saja meminta dan
meminta.
Akhirnya si bungsu Pini dengan sikapnya yang mulai
menunjuk sikap berfikir dewasa merelakan si surya, piano kesayangannya yang ia
anggap sahabat, untuk dijual. Beruntung ia mampu meredam kesedihannya, sebab
Mimin dapat memohonkan pada pembeli piano tersebut, yaitu pak Danres, agar ia
yang menjadi guru untuk band anak polisi itu, dan selain itu pak Danres juga
membeli piano itu dengan harga yang cukup tinggi, sebab beliau kenal dekat
dengan keluarga Pini.
Pada waktu libur, ketika itu bertepatan dengan ulang
tahun Ros, anak-anaknya, suaminya, dan kawan-kawan anaknya membuat sebuah
perayaan untuk ulang tahun Ros tersebut. Semua hal direncanakan, diurus, dan dilaksanakan
tanpa cemput tangan Ros, semuanya dilakukan oleh orang-orang yang menyayangi
dan mencintainya. Acarapun digelar sederhana, dengan hikmat. Tamu-tamu yang
datang menikmanti acara. Suka cita pun terjadi pada waktu yang singkat
tersebut, namun memberi arti yang sangat.
Pada suatu hari, hari raya (1974), Maman yang telah
menjadi insinyur dan bekerja di Caltex Rumbai, Pekanbaru tempat dahulu Papanya
(Johansyah) bekerja, Mimin yang telah menamatkan pendidikan kedokteran, Rus
yang telah melanjutkan pendidikannya dibidang hukum, dan Wiwi yang telah
menjalani pendidikan di Fakultas Ekonomi, UI. Dan kini waktunya sibungsu Pini
yang akan melanjutkan pendidikan. Ia menginginkan di pulau Jawa juga sebab
saudaranya yang lain begitu. Ketika itu
Mimin mengusulkan agar kaki pincang Wiwi di operasi tahun itu, sebab jika umur
Pini telah melebihi dua puluh tahun akan, membutuhkan waktu yang lama untuk
penyembuhannya. Ketika itulah sebuah rahasia yang telah tersimpan begitu lama
terbungkar. Ternyata Maman dan Mimin bukanlah suadara kembar. Maman sebenarnya
anak dari kakaknya papa Jon, dan Mimin anak dari pernikahan ibu Ros dengan
suami pertama beliau (Darmansyah). Dan diceritakanlah kisah masa lalu Ros, yang
penuh suka-cita.
Setelah Mimin dan adik-adiknya telah mendengar cerita
masa lalu ibunya. Terjadi sebuah insiden, yaitu tanpa sengaja Maman berkelahi
dengan seorang keturunan Cina, Ko Sam, yang mengganggu hubungan rumah tangganya
dengan Lin, yang juga keturunan Cina. Ia terbunuh ketika berkelahi dengan
Maman. Sam tewas dikedaiman Maman. Semua keluarga Maman merasa sedih, namun
tetap memberikan semangat dan kepercayaan padanya. Rus yang telah SH berusaha
membantu dan mencarikan pengacara yang telah biasa menangani kasus pidana,
walaupun ia telah SH, tetapi menurut aturan, keluarga tidak boleh menjadi
pembela, tapi menjadi pendamping pembela dibolehkan.
Ditengah masalah yang dialami Maman. Sebuah hal yang tak
di duga terjadi, suami Ros, papa anak-anak, Johansyah meninggal dunia, tanpa
seorangpun yang melepas kepergiannya. Kembali keluarga Ros bersedih, tak
terbendung air mata. Semua berkabung dan bersedih. Mimin, Wiwi, Pini, Datuk,
Nenek, dan Isram sahabat Rus datang dari Jakarta.
Setelah papa Jon dikuburkan, datanglah seorang kawan dari
masa lalu Ros. Ya, dialah ayah Mimin, Darmansyah. Yang telah 30 tahun tak ada
kabarnya, yang dinyatakan sudah meninggal oleh banyak orang. Beliau datang,
memberi sedikit kecerahan pada Ros dan keluarganya. Ketika emosi keluarga sudah
agak reda, ayah begitulah panggilan untuk Darmansyah, menceritakan masa lalu
dan alasannya tidak memberi kabar pada Ros.
Akhirnya keceriaan datang kembali pada keluarga Ros, ayah
berjanji akan mengambil alih tugas yang dulunya dilakukan olah Papa. Keputusan
atas kasus Maman diputuskan. Ia ditahan selama enam tahun. Mimin yang telah
dewasa, berkeinginan menjadikan Tian (Rostianidar), anak mamaknya untuk menjadi
teman masa depannya. Semua menyambut gembira.
ANALISIS NOVEL
Unsur-Unsur Instrinsik dan
Ekstrinsik Novel
A. Unsur Instrinsik
Novel
Sebuah
karya dibangun dari berbagai unsur yang mendukungnya. Adapun unsur-unsur
instrinsik novel yaitu :
1. Alur
Cerita ini
beralur maju.
o
Pengenalan
Kutipan
:
Hari
itu hari kamis. Aku pulang dari sekolah lebih awal, sebab pak guru olah raga
berhalangan datang, dan minta pak direktur agar olah raga diganti pada sore
hari saja.
Ibuku
yang juga mengajar di SMP, hari itu libur, sebab tidak ada mata pelajarannya
dalam jadwal hari kamis.
o
Peristiwa
·
Surat bang Maman dan bang Mimin
Setelah
membaca suratnya.
“Sangat
berlainan surat Mimin dan Maman”, kata papa.
“Kan
sama-sama murid ibu dalam bahasa Indonesia. Hari pertama kita masuk SMP,
pelajaran mengarang dimulai dengan menulis surat”, kataku.
·
Keadaan gawat
Roswita
jatuh sakit, sakitnya parah, yaitu sakit tenggorokan (bronchitis) yang
berbahaya.
·
Perpisahan dengan si surya
Rupanya
memang berat bagi si Pini untuk berpisah dengan si surya, sahabatnya (piano
kesayangan). Ia tidak berkata apa-apa, hanya memandang saja dari seorang ke
seorang.
·
Perayaan ulang tahun
Tahun
itu hari ulang tahun ibu jatuh tepat pada waktu libur ketika kami semua berada
dirumah. Bang Mimin dan saya telah beberapa hari sampai bari Jakarta, dan bang
Maman tiba pula tiga hari sebelum hari ulang tahun ibu. Dari Jakarta bang Mimin,
saya, dan kedua teman kami Marlis dan Isram telah merencanakan hendak
mengadakan persa itu.
·
Anak angkat
Sebuah
rahasia terungkap, datang dari Maman.
“Papa
kan tau bahwa saya bukan anak ibu! Tidak mungkin papa menamakan saya anak
durhaka. Dan tidak akan mungkin Allah mengutuk saya, karena saya taklah durhaka
terhadap ibu saya sendiri”
·
Cerita masa lalu Rosnelly. Ia menjadi
tahanan, namun tahanan dirumah petinggi tentara Belanda.
·
Perjuangan hidup ibu belum selesai
Dua
tahun setelah kejadian diatas, datang dua orang polisi kerumah mengatakan bang
Maman ditangkap karena telah membunuh seseorang.
·
Papa berpulang kerahmatullah
Pada
suatu pagi pukul 6 kami mendengar ibu memjerit dikamar papa, memanggil saya.
Saya yang sedang duduk-duduk diteras muka memikirkan situasi keluarga, berlari
kekamar papa. Ibu menangis menjerit-jerit, mencium-cium pipi papa. Saya
mendekat, saya raba badan papa dari kepala sampai kaki, semua dingin, …dingin,
sehingga hati saya menjadi dingin dan kecut pula.
·
Pertemuan yang tak disangka-sangka
Ibu
membalik dan melihat kepada orang itu yang berdiri dengan tersenyum kepadanya.
Kain-kain yang ditangan ibu terlepas dari tanganya. Ia menjerit.
“Allah…saya
bermimpi…ataukah sebenarnya… Uda… Ayah…betulkah, kau masih hidup?”
Ia
melompat ke antara kedua tangan yang diajukan orang itu kepadanya.
“Ayah
abang, ayah kita Rus, mari kita beri tahu adik-adik”
·
Cerita ayah
Baru
saja kami duduk diruang tengah, Wiwi mendesak ayah untuk bercerita.
“Ayah,
lekas dong yah, kami ingin tahu.”
“Nah,
dengarlah,” kata ayah dengan tenang.
·
Rembang petang
Ayah
memukul bahu ibu dengan lembut dan berkata, “Ros, uda tidak pernah
menyalahkanmu, dan tidak bermaksud akan menyakiti hatimu dengan kata-kata uda
tadi. Makin besarlah kiranya kegembiraan kita dan rasa syukur kita pada Allah
bila penderitaan ini berakhir. Marilah kita anggap penderiataanmu, perjuangan hidupmu
yang pahit getir telah sampai pada batasnya, dan uda berjanji dihadapanmu dan
anak-anak kita ini bahwa uda akan memberikan kehidupan rembang petang dengan
warna jingga kuning kemerahan semampu uda”
·
Penutup
Bang
Maman dijatuhi hukuman enam tahun. Ia akan dipenjarakan di Muara Padang.
Bang
Mimin berkata agak gugup…”Bu, saya lihat ibu sayanya betul pada…Rostianidar!”
Saya terkejut tidak menyangka.
Ibu
menjerit dan melompat memeluk bang Mimin…”Mimin, nak, apa betul yang ibu
dengar, atau kau bergurau? Mimin, ibu akan bahagia benar kalau engkau memilih
Tian…”
2. Sudut Pandang
Sudut pandang
orang pertama tunggal, pelaku utama.
3.
Penokohan
Digambarkan pengaruh dengan sangat jelas.
Melalui ciri-ciri fisik maupun pengetahuan sifat.
a.
Rusmansyah
:
Penangis
Kemudian
saya sendiri, yang kamu kenal. Saya tidak mau mengalah, kecuali terhadap orang
tua dan adik-adik perempuan. Sebab itu, sering terjadi yang pertengkaran antara
aku dan bang Maman. Tidak enaknya, tetap ia yang dimenangkan ibu, sehingga saya
menangis karena kesal. Adik-adik biasa member saya gelar ahli tangis atau
tukang tangis.
Haru
Bang
Mimin tidak mengetahui saya datang. Kupeluk lehernya, lalu saya menjerit
terharu. Tanpa kusadari air mataku membasahi bahunya.
b.
Darminsyah
Penyabar,
tabah, dan suka mengalah
Bang
Mimin orangnya penyabar dan tabah, suka mengalah. Ia jauh lebih gembira dari
pada bang Maman. Mungkin dari pada kami semua. Ia jarang membuat kesalahan,
sebab itu ia jarang kena marah, hamper semua kerja berat dialah yang
mengerjakan, maka ia bergelar wakil papa.
Pintar
Bang
Mimin sangat tekun pada pelajaran. Ia menguasai seluruh pelajaran, juga
menggambar dan bernyanyi, olah raga, dan agama pun dialah pemegang rekor.
Pandai
Setelah
dibacanya ia pun berkata, “Ya, terharu kita membacanya. Pandai bang Mimin
mengarang, seperti berkata berhadap-hadapan saja. Bahkan lebih dari
berkata-kata”
c.
Hermansyah
Pintar
Bang
Maman hanya kuat dalam ilmu eksakta, untuk bahasa, sejarah, ilmu hayat, ilmu
bumi, angkanya tujuh atau delapan paling tinggi.
Suka
dipuji
Aku
mulai dengan bang Maman yeng tertua. Ia dimanjakan ibu dan berlaku sangat
manja, biarpun dalam hal pujian.
Sedikit
egois
Abang
kenal jiwa si Maman dari kecil. Dia egois, hanya mementingka diri sendiri.
d.
Roswita
Kemudian
si Roswita (Wiwi), ia cekatan, cerdas, bertindak adil. Dan jujur, sebab itu, ia
cerewet terhadap orang yang lamban, ynag tidak tahu segalanya, ia bergelar ibu
cerewet.
e.
Rosfini
Cengeng
Terakhir
si kecil Rosfini, putri bungsu yang manja dan cengeng. Seorang pun tak berani
memarahi dia kecuali Wiwi.
Pemalu
“Nasi
banyak bang, tetapi sambalmya tidak enak,” kata Pini malu
f.
Rosnelly
Pekerja
keras
“Ibu
kalian adalah kuda beban yang memikul diri sendiri dan ditambah dengan beban
yang seharusnya saya pikul” kata ayah sambil menangis.
Kemauan
keras
Andai
kata ibu kami tidak berkemauan keras serta tidak mempunyai kekuatan jasmani dan
rohani, orang tidak akan tercengang melihat kami hilir-mudik berlima beradik
sebagai gelandangan.
Tekun
Suadara
Rosnelly, kami memuji ketekunan serta keterampilan saudara dalam menghadapi
tugas, baik di sekolah maupun dirumah atau dalam masyarakat keseluruhannya.
Pandai
‘Ah, Ibu Rosnelly kan guru, lagi pula
pandai segalanya, ia bukan sekolah saja, tetapi juga guru menjahit. Sebagai
guru masak pun bisa,’
Hemat
“Ibu masih sanggup menabung, tetapi kami
guru-guru yang lain, jangankan menabung, cukup pun tidak. Banyak pula yang
berhutang di sana-sini.
“Dan ada lagi yang mengagumkan, yaitu
cara buk Rosnelly mengendalikan uang. Beliau tidak pernah berhutang dan
anak-anak pun menabunguang, biar pun beliau hidup dari gaji saja…”
g.
Johansyah
Optimis
“Papa
gembira, biarpun sebetulnya papa telah beberapa bulan berhemat untuk
kepentingan itu.”
“Seolah-olah
papa telah yakin, Ibu kan mau?” kata saya dengan ketawa.
“Papa
waktu itu mualaf. Permintaan orang mualaf sering dikabulkan Allah, itu janji
Allah sendiri.”
Penyemangat
keluarga
“Ada
umur ada rezeki, Rus, dan kita tidak boleh berputus asa…”
Bijaksana
“Benar,
pak guru, sebab itu sejak saya dapat bencana ini, saya lebih mendekatkan diri
pada Allah, dan itulah sebabnya pak guru saya minta terus meninsyafkan
anak-anak saya ini.”
h.
Isram
Pemalu
“Ia
malu untuk turut, sebab saya makan malam disini,” kata ayahnya.
Pintar
mengaji
“Wah,
pantas kau jadi anak guru agama, Isram,” kata ibu memuji.
i.
Lin (istri Hermansyah)
Setia
“Kok abang Maman begitu…, apa Lin ini
kucing? Bukan manusia? Saya Cina bang, tetapi bukan Cina yang makan ular, makan
babi,… yang ingin senang sendiri. Demi Allah, janganlah abang berkata begitu
pada saya. Saya akan menunggu, bang…”
j.
Rostianidar
Rajin
“Ya untung benar, Rostianidar anak rajin
dan tekun pada pekerjaannya.”
k.
Darmansyah
Sabar
Nak, bandingkan dengan cobaan yang telah
ayah alami selama 30 tahun, seumur hidup kamu, hanya penjara kita yang
berlainan corak.
Baik
“Ros, uda tidak pernah menyalahkanmu,
dan tidak bermaksud akan menyakiti hatimu dengan kata-kata uda tadi…”
4.
Gaya Bahasa (Stilistis)
1)
Repetisi
·
Hari itu hari kamis. (hal 11)
·
Tidak, tidak, aku tidak mau berpisah
dengan anakku. (hal 94)
2)
Aliterasi
·
Tiba-tiba terdengar suara papa agak
keras memanggil ibu, (hal 11)
3)
Invers
·
Mendengar itu perasaan ingin tahuku
meluap, lalu ku dekatkan kepala kedinding kamar. (hal 11)
4)
Sarkasme
·
“Jon, jon, apa maksudmu, kau gila! (hal
12)
·
Ya Allah, otakmu sakit agaknya. (hal 12)
5)
Polisendenton
·
Dengar dulu baik-baik, Nel, jangan lekas
meradana begitu. (hal 12)
·
Dan, mak Sinah ingin tahu tingkah laku
gadis itu. (hal 13)
6)
Retoris
·
Kepentingan saya? Kau hadiahkan saya
kepada orang lain? Itukan tanda cintamu padaku? (hal 12)
·
Pernahkan kau mendengar aku mangeluh
karena ditimpa bencana ini? (hal 14)
7)
Invers
·
Kan lebih baik berolahraga disekolah?
(hal 16)
8)
Ekskalamasio
·
Wah, pantas kau jadi anka guru agama,
Isram” (hal 20)
9)
Pararima
·
Banyak pula yang berhutang di sana-sini.
(hal 21)
10) Simile
·
Kuat katamu, tetapi belum dapat
mengalahkan kamu. (hal 25)
11) Klimaks
·
Baiklan Is, demi pershabatan kita sejak
lama, dan ayahmu yang telah menjadi guru kami, dan ibuku telah menjadi gurumu
pula, maulah aku mejelaskan sifat-sifat saudara-saudaraku supaya kamu mudah
bergaul dengan mereka. (hal 28)
12) Paradoks
·
Sayang ya bang, otak bang Maman secerdas
itu, tetapi caranya berfikir tidak sama dengan kita. (hal 58)
13) Hiperbola
·
Kami semua terkejut, kata-kata bang
Maman itu seolah-olah petir disiang bolong kedengaranya ditelinga kami. (hal
82)
14) Preterito
·
Dalam hati, pucuk dicinta ulam tiba.
(hal 107)
5.
Setting
a.
Tempat
o
Rumah Rosnelly
Baru
saja aku mengambil kursi hendak duduk di sisi papa, adikku Rosfini datang dari
rumah sebelah dan berseru dengan nyaring.
o
Pekanbaru
Kali
ini bang Rus, dahulu bang Mimin, nanti saya lagi, demikian seterusnya
bergantian. Bukan hanya satu tempat, seluruh kota pekanbaru harus dijalani
untuk mengambil bukulah, taslah, bola vollylah, selalu ada-ada saja’
o
Rumah sakit
Kemarin
ketika perawat sedang menolong Wiwi, kami mendapat kesempatan berbicara dikamar sebelah.
o
Rumah Maman
Kami
dapati bang Maman masih ada dirumah. Ia dalam pengawasan ketat. Belum dibawa
karena ada polosi yang sedang menjemput belenggu.
o
Tahanan
Besoknya
kami pergi melihat bang Maman, Ibu, kak Lin, dan Saya. Banyak handaitolan yang
hendak turut, tetapi saya larang.
b.
Suasana
Sedih
-
Ibu kalang kabut, saya tidak tega
melihatnya, saya buat surat panjang lebar pada bang Mimin.
Agak cerah
-
Suasana menjadi agak cerah melihat badannya yang tinggi besar, seperti
bukan lagi orang yang bersekolah.
Haru
-“Pin,” kata papa
terharu
B.
Unsur Ekstrinsik Novel
a. Tema
Novel ini
bertemakan ‘kesabaran’.
Kesengsaraan
membuahkan kesabaran, kesabaran akan medatangkan pengalaman, dan pengalaman
membuahkan harapan.
b.
Nilai-nilai
Agama
-
Jalanilah agama dengan baik dan benar.
-
Jangan mengingkari agama
Sosial
-
Bantulah saudaramu, selagi kau masih
mampu membantu.
Budaya
-
Junjung tinggilah adat, istiadat, dan
kebudayaan yang kamu miliki.
Pendidikan
-
Janganlah bersikap sombong meskipun kau
telah menjadi serjana di bidangmu.
Bahasa
-
Junjung tinggilah bahasa nasional dan bahasa
daerahmu.
Biografi
pengarang
Nama lengkap :
Sariamin Ismail (nama samaran, Selasih dan Seleguri)
Tempat, tgl.
Lahir : Talu, 31 Juli 1909 (beliau
meninggal pada 15 Desember
1995)
Pendidikan : Normal- School Putri, di
Padang Panjang
Pekerjaan : Guru
Pengalaman : Umur 10 tahun ia sudah
menulis puis, mulai umur 16
tahun
sudah mulai memuatkan karangan dalam surat kabar
Karya-karya : 1. Kalau Tak Untung (roman,
1933)
2. Pengaruh Keadaan (roman, 1937)
3. Kembali Ke Pangkuan Ayah (roman, 1996)
Permisi Admin, Yang minat buku "Kembali ke pangkuan ayah" silahkan kunjungi www.aksiku.com dan ini link bukunya: http://www.aksiku.com/2014/05/jual-novel-kembali-ke-pangkuan-ayah.html
BalasHapus